Festival Nyanyian Anak Negeri Resmi Soft Launching

Jakarta, NusantaraNetwork.com-Lagu, pesan, dan semangat kebangsaan menyatu dalam sebuah ruang perayaan budaya bertajuk Festival Nyanyian Anak Negeri. Digelar di The Sultan Hotel, Hall Kudus, Jakarta Selatan, acara ini menjadi panggung peluncuran awal (soft launching) yang menandai bangkitnya gelombang nasionalisme berbasis seni dan suara.
Konferensi pers yang dikemas dalam nuansa budaya ini terasa hangat dan bermakna.
Dengan sentuhan dekorasi merah putih, musik akustik yang lembut, serta potret tokoh bangsa terpajang di sudut ruangan, suasana terasa seperti ruang belajar, ruang refleksi, sekaligus ruang perjumpaan batin dengan Indonesia.
Hadirin berasal dari lintas profesi dan generasi: seniman, pelajar, aktivis budaya, pejabat publik, hingga perwakilan lembaga negara.
Festival ini diselenggarakan oleh Tiga Belas 45 Production, bekerja sama dengan Sinergy for Indonesia dan Indonesia Care Musik, serta didukung oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Menpora), Kementrian Ekonomi Kreatif (Ekraf); serta Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Acara juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Menpora) serta Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Inisiator di Balik Festival
Di balik kemeriahan dan kedalaman makna festival ini, hadir tiga sosok kunci yang menjadi motor penggerak dan inisiator lahirnya Festival Nyanyian Anak Negeri:
Pay Burman — Musisi, produser musik, dan Founder Indonesia Care Musik, yang dikenal dengan kepekaan artistiknya dalam mengangkat tema kebangsaan.
Ahmad Doli Kurnia Tandjung — Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Founder Sinergy For Indonesia, sekaligus Eksekutif Produser Album Nyanyian Anak Negeri – Pusaka Nusantara, yang menyumbang lirik lagu dan semangat gerakan kebudayaan ini.
Keduanya menyatukan visi dan daya cipta lintas bidang — musik, politik, dan manajemen produksi — untuk menghadirkan platform budaya yang bukan hanya artistik, tetapi juga strategis dalam membumikan semangat kebangsaan kepada generasi muda.
Simbol dan Suara: Ahmad Doli Kurnia, Dul Jaelani, dan Shanna Shannon
Dalam momentum tersebut, tiga nama menjadi simbol dan suara: Ahmad Doli Kurnia, Dul Jaelani, dan Shanna Shannon.
Mereka hadir bukan sekadar tampil, tetapi menyuarakan harapan dan jati diri bangsa lewat musik dan kata.
Ahmad Doli Kurnia: Lirik yang Bernyawa, Visi yang Membumi
Hadir sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Doli tampil bukan semata politisi, tetapi juga sebagai seniman yang mencipta lirik lagu Anak Negeri. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa lagu ini lahir dari kebutuhan mendesak untuk menghadirkan nasionalisme dalam bentuk yang menyentuh, membumi, dan tidak menggurui.
“Bangsa ini tak kekurangan semangat. Yang kita butuhkan adalah cara baru untuk menyalurkannya. Musik adalah jalan yang jujur, menyentuh, dan mempersatukan. Lagu ini bukan milik saya, tapi milik kita — anak negeri yang tidak mau lupa jati diri”, ungkap Doli.
Ia menekankan pentingnya menghadirkan lagu kebangsaan yang akrab di telinga generasi muda, dan hidup di ruang kelas, panggung seni, hingga platform digital.
Dul Jaelani: Nasionalisme Lewat Nada yang Membakar
Dengan gaya khas dan semangat idealismenya, Dul Jaelani naik ke panggung bukan hanya sebagai musisi, tetapi sebagai pewarta rasa. Ia menilai Anak Negeri sebagai karya paling personal dalam karier bermusiknya.
“Buat saya, nasionalisme itu bukan hafalan. Itu getaran dalam nada, dalam keputusan untuk tetap jujur menyuarakan yang kita cintai — Indonesia”
Dul, yang pertama kali menyanyikan lagu ini bersama Shanna Shannon pada HUT RI ke-75 tahun 2020, kini hadir dengan jiwa yang lebih dewasa dan pandangan yang lebih tajam.
“Saya berharap lagu ini bisa jadi rumah bagi siapa pun yang mencintai Indonesia”
Shanna Shannon: Suara Lembut, Jiwa Merah Putih
Mengenakan busana etnik modern berwarna putih gading, Shanna membawakan sepenggal lagu Anak Negeri dengan suara lembut yang menghunjam. Ia menekankan bahwa nasionalisme tidak selalu harus keras dan lantang.
“Banyak yang pikir nasionalisme harus selalu garang. Tapi saya percaya, nasionalisme bisa hadir dengan lembut. Dengan suara, doa, dan ketulusan”
Shanna sejak kecil dikenal konsisten membawakan lagu-lagu bertema cinta tanah air. Baginya, nasionalisme tumbuh dari tindakan sehari-hari: belajar, berkarya, dan tetap menjadi anak negeri yang baik.
Kata Sambutan Menteri Kebudayaan Fadli Zon
“Budaya Adalah Nafas Jati Diri, Musik Adalah Suara Ideologi”
Sebagai Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon memberikan sambutan yang kuat dan reflektif. Dikenal luas sebagai budayawan dan pelestari warisan Nusantara, Fadli mengapresiasi kolaborasi lintas generasi yang menghidupkan semangat Indonesia secara kreatif.
“Budaya bukan hanya peninggalan masa lalu. Ia adalah nafas jati diri kita hari ini, dan jalan masa depan bangsa. Musik seperti Anak Negeri ini bukan hanya indah — ia membawa pesan ideologi yang menyatu dalam suara”
Ia menekankan pentingnya menyampaikan nasionalisme melalui pendekatan seni yang menyentuh dan akrab dengan generasi muda. Menurutnya, zaman berubah dan budaya harus hadir dalam bentuk dan bahasa baru, tanpa kehilangan jiwanya.
“Festival seperti ini adalah upaya cerdas membumikan nilai luhur dalam format yang disukai generasi muda”
Fadli menutup sambutannya dengan harapan agar gerakan ini berlanjut menjadi ekspansi budaya nasional ke ruang-ruang pendidikan, komunitas, dan diplomasi global.
Tentang Lagu Anak Negeri
Lirik: Ahmad Doli Kurnia
Musik: Pay Burman & Rio Ricardo
Vokal: Dul Jaelani & Shanna Shannon
Durasi: ±4 menit
Rilis Pertama: 17 Agustus 2020 (HUT RI ke-75)
Rilis Ulang (2025): Dalam Album Nyanyian Anak Negeri – Pusaka Nusantara
Versi terbaru lagu ini dirilis ulang untuk memperkuat pesan cinta tanah air yang otentik dan relevan bagi generasi muda masa kini.
Mengapa Festival Ini Penting?
1. Revitalisasi Musik Nasionalis
Musik nasionalis harus terus hidup — tidak sebagai instruksi, tapi sebagai kebutuhan jiwa kolektif bangsa.
2. Kolaborasi Lintas Generasi & Lembaga
Sinergi antara Doli, Dul, Shanna, serta pemerintah dan masyarakat, menunjukkan bahwa nasionalisme adalah ruang kolaboratif, bukan sekat generasi.
3. Gerakan Budaya Berkelanjutan
Festival ini bukan akhir, tapi awal — sebuah langkah menuju gerakan kebudayaan nasional yang menyentuh, membumi, dan merangkul.
Festival Nyanyian Anak Negeri bukan sekadar panggung. Ia adalah gema — mengingatkan, membangunkan, dan mengajak. Di tengah dunia yang cepat berubah, suara seperti ini menjadi penanda: nasionalisme belum mati. Ia hidup — dalam nada, dalam kata, dan dalam hati.
Suara Anak Negeri kini bergema. Ia bukan sekadar lagu. Ia adalah ajakan untuk pulang — pulang ke Indonesia yang kita cintai, dan ke jati diri yang tak boleh kita tinggalkan.