Membangun Ulang Identitas Desain Gerabah di Banyumulek, Pakar Budaya ITB Tekankan Pentingnya Narasi dalam Desain

0
4
Spread the love

Banyumulek, NusantaraNetwork.com-Kelompok Keilmuan Literasi Budaya Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (KKLBV FSRD ITB) mengadakan kegiatan pelatihan bertajuk “Rebranding Desa Banyumulek sebagai Desa Wisata melalui Kerajinan Gerabah dan Pelatihan Motivasi Berprestasi untuk Para Perajin Gerabah” pada Rabu, 23 Juli 2025 di Galeri Pasar Seni, Desa Banyumulek, Nusa Tenggara Barat.

Pelatihan yang didanai ITB melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat ini dipimpin oleh Dr. Dana Waskita, M.App.Ling., bersama dengan Prof. Dr. Acep Iwan Saidi, M.Hum., RR. Sri Wachyuni, M.Psi., Bima Nurin Aulan, M.Ds., dan Neiva Nabila Waskita.

Kepala Desa Banyumulek, H. Jamiludin, S.I.P. mengatakan bahwa acara pelatihan ini penting untuk menambah ilmu dan kualitas agar gerabah di Desa Banyumulek lebih menarik.

“Semenjak Peristiwa Bom Bali yang dulu jadi target penjualan kami, lalu ada gempa di Lombok saat itu, dan Covid-19. Semua peristiwa itu berdampak pada penjualan gerabah Desa Banyumulek yang menurun. Namun, semoga pelatihan ini bisa memantik kami untuk menambah kualitas gerabah kami jadi lebih menarik,” pungkasnya membuka acara pelatihan. Desa Banyumulek sendiri diresmikan menjadi desa wisata pada 1996 oleh Menteri Penerangan, Harmoko kala itu.

Pelatihan ini juga bekerja sama dengan Badan Riset Daerah Nusa Tenggara Barat (Brida NTB). Koordinator Inovasi Hilirisasi dan Kemitraan Brida NTB, Lale Ira Amrita Sari, S.T. berharap bahwa acara ini bisa berkelanjutan. “Kami berharap pelatihan ini bisa berkelanjutan karena yang menjadi khas dari Banyumulek adalah gerabahnya. Semoga ke depannya gerabah di Banyumulek bisa kembali berjaya,” ujarnya.

Setelah pembukaan, pelatihan dimulai dengan pematerian oleh RR. Sri Wachyuni, M.Psi. mengenai motivasi berprestasi. Menurut Sri Wachyuni, kita tidak bisa mengontrol hal-hal di luar diri kita sehingga kita harus fokus dengan diri kita sendiri. Setelah pematerian, Sri Wachyuni kemudian mengajak para peserta untuk merefleksikan diri dan merencanakan harapan-harapan ke depannya terkait gerabah di Desa Banyumulek. “Sekarang kita coba merefleksikan diri kelebihan dan kekurangan bapak ibu dalam hal membuat kerajinan gerabah,” ujar Sri Wachyuni yang akrab disapa Yuni itu.

Pelatihan kemudian dilanjutkan oleh Bima Nurin, M.Ds., yang memaparkan materi mengenai bagaimana cara berpikir desain dan melakukan rebranding desain terutama berkaitan tentang pencarian identitas desain gerabah. Menurut Bima, melalui penelusuran di internet sebenarnya Desa Banyumulek sudah memiliki citra tentang gerabah yang melekat. “Karena sudah ada identitas atau citra tentang gerabah yang melekat dengan Desa Banyumulek, sebenarnya tinggal melakukan rebranding agar desa ini kembali dilirik. Bahkan kan tadi ada juga bule dari Australia yang ke sini berarti di internet Banyumulek sudah identik dengan gerabah,” papar Bima.

Acara pelatihan yang dihadiri oleh kurang lebih 30 orang perajin dan pemasar gerabah ini kemudian dilanjutkan dengan berdiskusi terkait permasalahan dan potensi yang mereka miliki. Beberapa di antaranya yang turut berpartisipasi dalam pelatihan merupakan anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Banyumulek. Ketua Pokdarwis Desa Banyumulek, H. Zainuddin, S.E menyampaikan bahwa pelatihan ini dapat memberikan motivasi dalam memasarkan produk gerabah dan membuka wawasan lain terkait identitas desain. “Pelatihan ini sangat membuka wawasan dan memberikan kami inspirasi untuk kembali melakukan rebranding karena gerabah yang sebenarnya dari kami (Lombok), tetapi orang lain mengiranya malah dari Bali,” ujarnya.

Hal yang serupa disampaikan Hj. Dewi Herawati salah seorang penjual gerabah. Menurutnya permasalahan lain yang sering dialami adalah mahalnya harga kemasan untuk gerabah. “Kami sebenarnya berharap bisa membuat kemasan sendiri tanpa harus membeli dari daerah lain. Oleh karena itu, kalau ada pelatihan lagi kami berharap ada pelatihan membuat kemasan untuk gerabah,” pungkasnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Acep Iwan Saidi, M.Hum. mengusulkan festival budaya yang memamerkan gerabah hasil karya perajin, terutama gerabah ceret maling yang menjadi ciri khas. “Di samping perlunya pelatihan lanjutan dengan berbagai topik, kita juga perlu membuat suatu narasi yang bisa membuat suatu nilai jual gerabah semakin tinggi. Misalnya, pendokumentasian sejarah atau membuat tari-tarian berdasarkan gerabah ceret maling yang memang khas dari Desa Banyumulek ini,” jelasnya.

Leave a reply