
Aceh Darurat Banjir-Longsor Diperpanjang Lagi: Korban Ratusan, Warga Terisolasi, Apa Selanjutnya?
NUSANTARANETWORK.COM-Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang akrab disapa Mualem, telah resmi memperpanjang status tanggap darurat bencana hidrometeorologi di wilayah Aceh. Perpanjangan ini berlaku selama 14 hari, mulai dari 26 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026. Keputusan ini diambil menyusul kondisi banjir dan tanah longsor yang masih belum sepenuhnya terkendali di sejumlah kabupaten dan kota di Aceh.
Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh sejak akhir November 2025 telah menyebabkan dampak yang masif. Ribuan warga terdampak, puluhan desa terisolasi, dan infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, serta jalur Banda Aceh–Medan mengalami kerusakan parah. Menurut data awal, bencana ini bahkan disebut sebagai salah satu yang terparah dalam sejarah Aceh, dengan korban jiwa mencapai ratusan orang dan ratusan ribu mengungsi. Wilayah seperti Aceh Tengah, Aceh Selatan, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang menjadi yang paling terdampak, dengan ketinggian air banjir mencapai lebih dari satu meter di beberapa titik, aliran listrik padam, dan jaringan komunikasi terganggu.
Bencana ini dipicu oleh fenomena hidrometeorologi, termasuk curah hujan ekstrem yang memicu banjir dan longsor. Pada 27 November 2025, Gubernur Mualem pertama kali menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari, dari 28 November hingga 11 Desember 2025, untuk mempercepat evakuasi dan distribusi bantuan. Namun, karena kondisi di lapangan masih memerlukan penanganan intensif, status ini telah diperpanjang dua kali, termasuk yang terbaru ini.
Alasan Perpanjangan Status Tanggap Darurat
Keputusan perpanjangan diambil setelah rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh, rapat virtual dengan kabupaten/kota terdampak, serta kajian bersama Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto. Gubernur Mualem menekankan bahwa perpanjangan ini bertujuan untuk mempercepat distribusi logistik ke pengungsi dan daerah terisolasi, memastikan pemenuhan hak dasar seperti layanan kesehatan, dan memulai persiapan pemulihan infrastruktur pascabencana.
Selama masa tanggap darurat, seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) diminta bekerja maksimal. Instruksi khusus diberikan untuk mempercepat bantuan bagi warga di pengungsian, termasuk di daerah pelosok yang sulit dijangkau. Selain itu, proses belajar mengajar bagi anak-anak terdampak juga diinstruksikan untuk segera dipulihkan. Pemerintah Aceh juga menyiapkan hunian sementara (huntara) dan mengalokasikan dana bantuan untuk korban.
Hingga saat ini, bencana telah menyebabkan korban jiwa signifikan, dengan laporan awal mencatat puluhan hingga ratusan meninggal dunia di berbagai kabupaten. Ribuan keluarga mengungsi, dan beberapa wilayah seperti Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues sempat terancam kelaparan karena isolasi selama berhari-hari. Warga bahkan harus berjalan kaki melewati gunung dan sungai untuk mencari bantuan.
Pemerintah pusat telah turun tangan sejak hari pertama, mengirim bantuan logistik dan alat berat. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan bahwa kondisi seperti ini wajar membuat pemda setempat kewalahan, sehingga dukungan lintas lembaga diperlukan. Upaya pemulihan meliputi perbaikan jalan dan jembatan, distribusi makanan, obat-obatan, serta layanan kesehatan darurat.
Gubernur Mualem menyampaikan pesan agar masyarakat Aceh tetap bersatu dalam menghadapi bencana ini. “Berbagai langkah pemulihan terus dilakukan di bawah supervisi pemerintah pusat. Semoga Aceh lebih baik,” ujarnya. Dengan perpanjangan status tanggap darurat ini, diharapkan penanganan bencana dapat lebih efektif, sehingga Aceh bisa segera bangkit dari musibah ini.
Bencana alam seperti ini menjadi pengingat penting akan perlunya kesiapsiagaan terhadap perubahan iklim dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik di masa depan. Pemerintah dan masyarakat diharapkan terus berkolaborasi untuk meminimalisir dampak serupa.
