Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa Tunda Penerapan Cukai pada Popok dan Tisu Basah: Fokus Utama Stabilitas Ekonomi

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa Tunda Penerapan Cukai pada Popok dan Tisu Basah: Fokus Utama Stabilitas Ekonomi

14 November 2025 • Penulis: Yunus

Jakarta, NUSANTARANETWORK.COM– Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa secara tegas menyatakan bahwa pengenaan cukai terhadap produk popok bayi (diapers) dan tisu basah tidak akan diberlakukan dalam waktu dekat. Keputusan ini diambil untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, khususnya hingga pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai target 6 persen atau lebih. Pernyataan ini disampaikan dalam media briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Jumat (14/11/2025), di tengah isu yang sempat menggegerkan masyarakat terkait kebijakan perpajakan baru.

Latar Belakang Kebijakan yang Menimbulkan Kontroversi

Isu cukai pada popok dan tisu basah pertama kali mencuat melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025, yang ditetapkan oleh Menkeu Purbaya pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 3 November 2025. PMK tersebut mengatur daftar barang kena cukai baru, termasuk produk higienis sehari-hari seperti diapers dan tisu basah, yang sebelumnya tidak dikenai pungutan serupa. Kebijakan ini bertujuan untuk memperluas basis penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sejalan dengan upaya pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk mengoptimalkan pendapatan fiskal.

Namun, kebijakan tersebut langsung menuai kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk industri manufaktur, konsumen, dan kalangan pengamat ekonomi. Banyak yang khawatir bahwa cukai ini akan membebani masyarakat kelas menengah ke bawah, yang mengandalkan produk tersebut untuk kebutuhan dasar seperti perawatan bayi dan sanitasi harian. “Ini seperti membebani yang sudah susah,” ujar salah seorang warga Jakarta yang dikutip dalam survei opini publik awal November.

Menanggapi gelombang protes, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa tampil di depan media dengan nada santai namun tegas. Ia bahkan tertawa ringan saat mendengar pertanyaan jurnalis, sambil berkata, “Ini boleh diketawain enggak?” Pernyataan itu mencerminkan pendekatan komunikatif sang menteri yang baru menjabat sejak reshuffle kabinet pada awal November 2025, menggantikan Sri Mulyani Indrawati.

Alasan Penundaan: Prioritas Pertumbuhan Ekonomi di Atas Pendapatan Tambahan

Dalam penjelasannya, Purbaya menekankan bahwa penerapan cukai baru bukanlah prioritas utama saat ini. “Kami belum mau terapkan cukai popok-tisu basah sebelum ekonomi tumbuh 6 persen,” tegasnya. Target pertumbuhan 6 persen ini merupakan bagian dari visi pemerintah untuk mencapai pemulihan pasca-pandemi yang berkelanjutan, di mana stabilitas harga dan daya beli masyarakat menjadi kunci.

Purbaya, seorang ekonom dan insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang lahir pada 7 Juli 1964, menambahkan bahwa kajian ulang terhadap PMK 70/2025 sedang dilakukan secara menyeluruh. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dari 2020 hingga 2025, pengalaman yang membuatnya paham betul dinamika sektor keuangan. “Kami ingin pastikan kebijakan ini tidak membebani industri dan konsumen. Stabilitas ekonomi dulu, pendapatan negara menyusul,” lanjutnya.

Penundaan ini juga sejalan dengan gebrakan awal Purbaya sebagai Menkeu, seperti injeksi dana Rp 200 triliun ke bank-bank BUMN untuk mendukung kredit UMKM dan program makan bergizi gratis. Langkah-langkah tersebut diharapkan mendorong konsumsi domestik, yang saat ini masih tertekan oleh inflasi global dan ketidakpastian geopolitik.

Dampak Positif bagi Industri dan Masyarakat

Keputusan penundaan ini disambut baik oleh Asosiasi Industri Kimia dan Plastik Indonesia (AKPI), yang mewakili produsen popok dan tisu basah. “Ini memberi ruang bernapas bagi kami untuk menjaga harga tetap terjangkau,” kata Ketua AKPI, Hendra Widjaja. Industri ini menyumbang sekitar 5% dari ekspor non-migas Indonesia, dengan nilai mencapai Rp 50 triliun per tahun. Tanpa cukai, harga popok bayi yang sempat diprediksi naik 10-15% kini bisa stabil, meringankan beban orang tua muda di tengah kenaikan biaya hidup.

Bagi masyarakat, kebijakan ini menjadi sinyal positif bahwa pemerintah mendengar aspirasi publik. Sebuah survei cepat oleh lembaga riset Indikator Politik menunjukkan 68% responden mendukung penundaan, dengan alasan utama adalah perlindungan terhadap produk esensial. Namun, para pengamat tetap mengingatkan agar pemerintah tidak menunda terlalu lama, karena defisit anggaran negara masih melebar di kisaran 2,5% dari PDB.

Tantangan ke Depan dan Harapan

Sebagai Menkeu baru, Purbaya Yudhi Sadewa menghadapi tantangan besar: menyeimbangkan antara peningkatan penerimaan negara dan kesejahteraan rakyat. Pernyataan publik pertamanya terkait isu ini memang sempat menuai sorotan negatif karena nada yang dianggap terlalu ringan, tapi justru menunjukkan gaya kepemimpinan yang lebih dekat dengan masyarakat.

Ke depan, diharapkan kajian cukai ini melibatkan lebih banyak stakeholder, termasuk DPR dan kalangan akademisi, untuk menghindari kontroversi serupa. Dengan penundaan ini, pemerintah punya waktu untuk merancang skema cukai yang lebih adil, mungkin dengan pengecualian untuk produk impor atau subsidi bagi keluarga miskin.

Pada akhirnya, langkah Purbaya ini menggarisbawahi prioritas utama kabinet Prabowo: ekonomi inklusif yang tumbuh bersama. Hingga ekonomi RI benar-benar “sehat” di level 6%, produk sehari-hari seperti popok dan tisu basah aman dari beban cukai tambahan. Masyarakat pun bisa bernapas lega, setidaknya untuk sementara waktu.