Pilkada Serentak 2024 Kemenangan Bagi Oligarki Bukan Kandidat

0
182

Jakarta, Nusantaranetwork.com-Akhir-akhir ini kajian politik dan demokrasi mejadi topik yang penting dan relevan untuk dibahas. Terutama sepanjang tahun 2024 ini yang merupakan tahun hajat politik mulai dari Pileg, Pilpres dan ditutup dengan Pilkada di penghujung tahun ini.

Paling menarik adalah muncul dominasi dominasi tokoh dalam pusaran politik nasional dan daerah yang biasa disebut oligarki. Dominasi oligarki sendiri dalam demokrasi merupakan masalah kompleks. Serta dapat menganggu prinsip dan subtansi demokrasi itu sendiri dalam negara terutama negara yang menjalankan demokrasi tetapi sebagian mengamini munculnya oligarki dalam menjalankan demokrasi. Dalam beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran yang berkembang mengenai dominasi elit dalam demokrasi, terutama terkait dengan pengaruh dan hegemoni oligarki.

Jeffrey A. Winters, seorang ilmuwan politik dari Amerika, memperkenalkan sebuah teori tentang oligarki yang sudah lama bekembang semenjak abad 1800 an. Ini menjadi sebuah referensi penting dalam memahami hubungan antara kekuasaan ekonomi dan politik dalam sistem demokrasi.

Dalam pandangannya, oligarki tidak hanya mengacu pada konsentrasi kekuasaan politik, tetapi juga bagaimana kekayaan ekstrem memungkinkan individu atau kelompok kecil memengaruhi dan mengontrol proses politik. Winters juga berpendapat Kekuasaan politik yang terkonsentrasi di tangan individu-individu yang memiliki kekayaan ekstrem, memungkinkan mereka untuk memengaruhi atau mengontrol kebijakan, institusi, dan masyarakat secara luas, terlepas dari sistem politik yang berlaku.”

Pada konteks Indonesia sendiri sebagai negara demokrasi yang multikompleks. oligarki muncul sebagai kelompok elit yang berada diluar kekuasan dan mampu mengendalikan dan mengkondisikan segala hal yang berhubungan dengan politik pemerintahan. Agar dapat untuk mengamankan kepentingan bisnisnya, Kelompok oligarki ini sering kali terdiri dari konglomerat bisnis besar yang memiliki hubungan erat dengan pejabat politik dan partai politik.

Dengan kekayaan dan pengaruh yang mereka miliki, mereka dapat mempengaruhi jalannya kebijakan publik yang sering kali berpihak pada kepentingan mereka.

Tingginya Biaya Pilkada sebab munculnya Oligarki

Beberapa penelitian mengkaji bahwa di Indonesia salah satu negara dengan demokrasi yang sangat kompetitif. Untuk meraih kekuasaan perlu adanya persiapan materi dan financial memerlukan biaya besar untuk kandidat agar bisa terpilih, baik itu untuk pemilu legislatif, pilkada, maupun pemilu presiden.

Partai politik dan kandidat yang memiliki dana lebih besar sering kali berasal dari kelompok elit yang memiliki sumber daya ekonomi besar. Sebenarnya tidak hanya sebab tinggi biaya pemilu dan pilkada saja munculnya oligarki. Tetapi sejak menuju sistem demokrasi multipartai dari orde lama dan baru sampai pada reformasi.

Namun, dalam prakteknya, oligarki tidak hilang, melainkan beradaptasi dengan sistem demokrasi yang baru dan muncul dalam bentuk dan proses yang baru yakni sebagai orang yang mampu mengelola sumber daya dan bekerja sama dengan para kandidat untuk mengamankan kepentingan bisnisnya.

Pemilu di Indonesia sudah tidak dipungkiri memerlukan dan menyiapkan biaya besar untuk kandidat agar bisa terpilih, baik itu untuk pemilu legislatif, pilkada, maupun pemilu presiden.

Aktor politik yang memiliki dana lebih besar sering kali berasal partai politik dari kelompok elit yang memiliki sumber daya ekonomi besar.Politik uang ini menciptakan ketidaksetaraan dalam kompetisi politik. Sehingga kandidat yang didukung oleh konglomerat dan kelompok elit cenderung memiliki lebih banyak peluang untuk memenangkan pemilu, Sementara kandidat dari kalangan biasa atau partai kecil kesulitan mendapatkan dukungan yang setara. Maka kandidat yang terkendala pendanaan kampanye mencari peluang yang sama dan menjalin kesepakatan politik dengan para oligarki yang lain.

Bahkan dengan oligarki yang sama dengan lawan politiknya, Dengan begitu oligarki ini berdiri di dua kepentingan kandidat ini sebagai pendonor dana. Artinya siapa pun pemenangnya oligarki tetap tidak perlu cemas atas terganggunya bisnis mereka.

Oligarki kerap mempunyai pengaruh dan dominasi pada setiap proses politik. Agenda setting dan polarisasi yang dilakukan oleh para oligarki dalam pilkada tidak serta merta muncul dan dengan mudah langsung menjadi investor para kandidat.

Tetapi mereka juga melakukan polarisasi dan mempengaruhi jalannya pilkada tersebut. Partai politik sering kali menjadi alat bagi oligarki untuk mempertahankan kekuasaan. Kesepakatan kesepakatan ini sudah mulai menjadi orbrolan dengan partai partai yang menjalin kontak dengan para oligarki. Mulai dalam menentukan koalisi, menentukan pasangan, menitipkan orang orang kendali mereka sebagai kandidat.

Intinya memunculkan dan bekerja sama dengan kandidat yang telah menjalin kontak dengan oligarki sendiri. Mereka para oligarki memiliki kendali penuh atas siapa yang diusung sebagai calon karena akan berujung sebagai investor bagi para kandidat.

Bahkan di beberapa daerah agenda kotak kosong merupakan permintaan dan polarisasi dari kerja kerja oligarki itu sendiri. Sebagai efisiensi biaya dan secara cepat mereka ingin mengamankan kepentingannya dengan mengantarkan calon mereka sebagai calon tunggal di setiap daerah.

Jika terjadi hanya satu pasangan calon, bisa jadi ini adalah hasil kompromi atau konsensus politik di antara elit untuk meminimalisasi konflik internal atau mengamankan kepentingan tertentu.

Situasi ini menunjukkan bahwa oligarki tertentu berhasil mendominasi dan menyingkirkan potensi penantang dari kandidat potensi dari partai lain, baik secara langsung maupun dengan cara memengaruhi partai-partai lain untuk tidak mengusung calon alternatif.

Bahkan bisa untuk memonopoli seluruh partai untuk Bersatu mengusung calon dan wakilnya yang diinginkan oleh oligarki itu sendiri. Bahkan pada tahap sampai memobilisasi masa dengan jejaring yang mereka punya baik individu maupun kelompok. Bahkan pada pejabat sruktur pemerintahan sampai juga pada militer. Intinya para oligarki benar benar memastikan kemenangan oleh kandidat yang mereka bantu.

Kemenangan Oligarki Bukan Kandidat Dalam Pilkada Serentak

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada setiap kontestasi politik baik Pilkada, Pemilu dan Pilpres selalu dipengaruhi oleh para oligarki ini. Para oligarki dengan bantu dana yang mereka gelontorkan kepada para aktor atau kandidat yang mereka dukung tentunya adalah kemenangan.

Agar mereka bisa nantinya mengamankan jalannya bisnis mereka. Tentunya dengan segala vara polarisasi dan pengamanan pilkada sering dilakukan dan menjadi agenda setting dari papra oligarki. Tidak salah bahwa para kandidat hanya dijadikan sebagai boneka dan orang suruhan oleh para oligarki. Ketika iitu pula sebagain masyarakat beranggapan pilkada hanyalah sebagai ajang formalitas procedural saja dalam 5 tahun. Kemenangan kandidat yang bertarung dalam kontestasi dalam pilkada bisa diartikan adalah kemenangan semu.

Mereka akan tunduk pada kekuasaan dan kesepakatan kesepakatan yang telah dibuat dengan para oligarki dalam menjalankan pemerintahannya. Kemenangan para kandidat tentu tidak terlepas dari dukungan financial oleh para oligarki.

Kandidat yang menang dengan dukungan oligarki sering kali merasa lebih bertanggung jawab kepada pendonor mereka saat kampanye dari pada mereka lebih mementingkan kepada rakyat.

Tentunya dalam menjalankan pemerintahannya, mereka merancang dan mewujudkan kebijakan yang menguntungkan elit ekonomi atau politik dan mengabaikan kebutuhan masyarakat umum. Jelas kebijakan kebijakan yang menguntungkan kepentingan bisnis ekonomi para oligarki itu sendiri dalam berbagai hal.

Bahkan kepala kepala daerah yang menjalankan pemerintahannya selama 5 tahun kedepan. Mesti tetap akan bergantung dengan para oligarki oligarki.

Terutama para pejabat pemimpin daerah maupun orang-orangnya yang sudah dikunci dengan kasus-kasus yang mereka terlibat baik kasus lama maupun kasus kasus melanggar dan penyelewengan dalam kekuasaann. Ini menjadi kartu as bagi oligarki itu sendiri dalam mengunci pejabat ini agar tunduk dan patuh pada kesepakatan yang mereka buat.

Dengan beberapa kasus yang melibatkan para pemimpin daerah, oligarki menggunakan jejaring kekuasaan dalam pemerintah denga para penyelenggara hukum seperti Jaksa dan kepolisian. Agar pejabat daerah yang sudah terlilit kasus diamankan posisinya dan tidak dikasuskan.

Lagi-lagi peran oligarki yang berkuasa tidak hanya dengan penyelenggara pemerintahan tetapi dengan para penyelenggara hukum jaksa dan kepolisian. Memperlihatkan bahwa dominasi elit atas kekuasaan mengontrol dan mengendalikan segala dengan materi. Dengan itu oligarki sebagai pemenangnya dalam otoritas kekuasaan di negara demokrasi bukan kemenangan bagi para kandidat pada pilkada 2024 ini.

Penulis : NOFRIADI KURNIA PUTRA, S.I.P
Peneliti  Politik dan
Mahasiswa S2 Politik  Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

 

Leave a reply